Grey Spinning Frozen Snowflake

Minggu, 03 Januari 2016

Pengertian Jurnalistik

Pengertian Jurnalistik


Jurnalistik secara Harfiah, Jurnalistik(journalistikc) artinya kewartawanan atau hal-ihwal pemberitaan. Kata dasarnya “jurnal” (journal), artinya laporan ata catatan, atau “jour” dalam bahasa Prancis yang berarti “hari” (day) atau “catatan harian” (diary). Dalam bahasa Belanda journalistiek artinya penyiaran catatan harian.

Istilah jurnalistik erat kaitanya dengan istilah pers dan komunikasi massa. Jurnalistik adalah seperangkat atau alat media massa.

Jurnalistik adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan atau pelaporan sehari-hari. Jadi jurnalistik bukanlah pers, bukan media massa. Menurut kamus, jurnalistik diartikan sebagai kegiatan untuk menyiapkan, mengedit, dan menulis surat kabar, atau dalam berkala lainnnnya.

Untuk lebih jelasnya apa yang dimaksud dengan jurnalistik, berikut definisi dari para aahli yang dirangkum oleh Kasman dalam bukunya bahwa jurnalistik adalah :

a.       F.Fraser Bond dalam bukunya An Introduction to Jurnalism menyatakan: “Jurnalism ambraces all the forms in which and trough wich the news and moment on the news reach the public”. Jurnalistik adalah segala bentuk yang membuat berita dan ulasan mengenai berita sampai pada kelompok pemerhati.

b.      M. Djen Amar, jurnalistik adalah usaha memproduksi kata-kata dan gambar-gambar yang dihubungkan dengan proses transfer idea tau gagasan dengan bentuk suara, inilah cikal-bakal makna jurnalistik sederhana. Pengertian menurut Amar juga dijelaskan pada Sumadiria. Jurnalistik adalah kegiatan mengumpulkan, mengolah, dan menyebarkan berita kepada khalayak seluas-luasnya.

c.       M. Ridwan, jurnalistik adalah suatu kepandaian praktis mengumpul, mengedit berita untuk pemberitaan dalam surat kabar, majalah, atau terbitan-terbitan berkala lainnya. Selain bersifat keterampilan praktis, jurnalistik merupakan seni.

d.      Onong U. Effendi, jurnalistik adalah teknik mengelolah berita sejak dari mendapatkan bahan sampai kepada menyebarluaskan kepada khalayak. Pada mulanya jurnaistik hanya mengelolah hal-hal yang sifatnya informative saja.

e.       Adinegroho, jurnalistik adalah semacam kepandaian karang-mengarang yang pokoknya memberi perkabaran pada masyarakat dengan selekas-lekasnya agar tersiar seluas-luasnya. Sedangkan menurut Summanang, mengutarakan lebih singkat lagi, jurnalistik adalah segala sesuatu yang menyangkut kewartawanan.

f.       Roland E. Wolseley dalam Understanding Magazines (1969:3), jurnalistik adalah pengumpulan, penulisan, penafsiran, pemrosesan, dan penyebaran informasi umum, pendapat pemerhati, hiburan umum secara sistematis dan dapat dipercaya untuk diterbitkan pada surat kabar, majalah dan disiarkan di stasiun siaran.

g.      Astrid S. Susanto, jurnalistik adalah kegitan pencatatan dan atau pelaporan serta penyebaran tentang kejadian sehari-hari.

h.      Erik Hodgins (redaktur majalah time), jurnalistik adalah pengiriman informasi dari sini kesana dengan benar, seksama, dan cepat dalam rangka membela kebenaran dan keadilan.

i.        Haris Sumadiria, pengertian secara teknis, jurnalistik adalah kegiatan menyiapkan, mencari, mengumpulkan, mengolah, menyajikan, dan menyebarkan berita melalui media berkala kepada khalayak seluas-luasnya denga secepat-cepatnya.

Menurut Ensiklopesi Indonesia, jurnalistik adalah bidang profesi yang mengusahakan penyajian informasi tentang kejadian dan atau kehidupan sehari-hari secara berkala, dengan menggunakan sarana-sarana penerbitan yang ada.



Tujuan Jurnalistik

Perkembangan jurnalisme di era modern mempunyai prasyarat yang semakin ketat. Berita yang disodorkan seharusnya mengandung kebenaran yang disertai dengan fakta yang akurat. Pemberitaan juga harus mengandung kebauran dan aktualitas. Dengan demikian media massa yang terlambat memberikan berita akan dianggap memberikan berita basi, yang akhirnya di tinggalkan oleh pembacanya. Hasrat masyarakat modern yang serba ingin cepat dan akurat membuat media massa terpontang-panting untuk memenuhi hasrat masyarakat tersebut.

Semakin beragamnya manusia dengan segala macam kesukaannya, maka semakin beragam pula berita yang ditawarkan. Dari berita perang hingga tempet pelesiran yang menarik, lengkap dengan menu makanan yang mengundang air liur.

Jika dunia terus berubah maka masyarakat akan semakin beragam kebutuhannya, serta teknologi semakin maju, apakah tujuan jurnalisme akan bergeser? Jurnalisme adalah segala aktivitas yang dilakukan oleh sekelompok orang yang berkaitan dengan tulis menulis dan diumumkan. Berikut adalah tujuan dan fungsi jurnalisme :

Jurnalisme berfungsi memberikan informasi kepada masyarakat, agar warga dapat mengatur diri sendiri. Media massa sangat membantu kita dengan cara menyuguhkan berita-berita yang terjadi di lingkungan, sehingga masyarakat dapat mengenali permasalahan di sekelilingnya yang mungkin saja terlewat dari keseharian atau tidak disadari. Dengan adanya pemberitaan tersebut kebenaran berita menjadi dasar dari tindakan-tindakan yang diambil oleh masayarakat.

Jurnalisme berfungsi untuk membangun masyarakat. Berita yang menyuarakan kondisi kelompok-kelompok masyarakat yang selama ini mengalami kesulitan dan terlupakan dapat mendorong kelompok-kelompok masyarakat yang lain untuk membantu keluar dari permasalahan yang dialami. Dalam skala yang lebih besar dapat mendorong negara untuk membuat kebijakan yang pro rakyat.

Jurnalisme berfungsi untuk memenuhi hak-hak warga negara. Hak-hak ini bisa berarti mendapatkan informasi yang benar dan akurat. Media massa adalah alat yang efektif untuk menyuarakan hak rakyat. Baik melalui berita yang ditulis oleh wartawan, maupun melalui opini dan surat pembaca yang ditulis dalam media massa.

Terkait dengan fungsi jurnalisme untuk menyuarakan hak-hak warga, jurnalisme juga dapat dijadikan tolak ukur demokrasi sebuah masyarakat. Semakin demokratis sebuah masyarakat, maka semakin kuat pula posisi media massa. Begitu pula sebaliknya. Dalam masyarakat yang demokratis, masayarakat bebas menyuarakan pendapatnya dan menuntut hak-haknya melalui media massa. Hal ini tentu tak akan terjadi dalam masyarakat yang dipimpin oleh penguasa otoriter. Dalam masyarakat otoriter media massa hanya sekadar corong bagi kekuasaan.

9 Elemen Jurnalistik menurut Bill Kovach dan Tom Resenstiel 2001
      4 Votes

Bill Kovach
tom rosenstiel 2001

9 elemen jurnalistik berdasarkan wawancara selama 3th di amerika

1. jurnalisme itu mengejar kebenaran ( truth )

kebenaran itu dibangun setiap hari,misal kecelakaan kereta,hari pertama mengabarkan berapa orang yg luka,dan korban meninggal lalu hari kedua ada info dari korban selamat atau polisi dan hari kedua itu berisi koreksi dari berita sebelum nya dan hari ketiga ada opini dan seterus nya.kebenaran itu dibangun secara perlahan,maka jadilah peristiwa itu dilihat secara utuh.

2. komitmen wartawan kpd masyarakat dan kepentingan publik

3.jurnalisme itu disiplin menjalankan verifikasi

selalu mengecek apa yg sudah di liput,tidak cepat puas,dll.jangan tertuju pada satu sumber untuk mencari info

disiplin verifikasi inilah yg membedakan dengan jurnalisme abal2 atau yg hanya mencari sensasi

4.independen terhadap sumber berita

5.harus menjadi pemantau kekuasaan

6.Menyediakan Forum bagi masyarakat

7.berusaha keras membuat hal penting menjadi menarik dan relevan ( nyambung )

8.menjaga agar berita proporsional ( sesuai dengan porsi nya / sesuai dgn kenyataan ) dan komprehensip

9.mengutamakan hati nurani

Cerpen

 
Cerpen / cerita pendek (short story) adalah jenis karya sastra yang memaparkan kisah atau cerita tentang manusia dan seluk beluknya lewat tulisan pendek.
Unsur (Intrinsik) dalam Cerpen          :
1. Tema
Yaitu gagasan inti. Dalam sebuah cerpen, tema bisa disamakan dengan pondasi sebuah bangunan. Tidaklah mungkin mendirikan sebuah bangunan tanpa pondasi. Dengan kata lain tema adalah sebuah ide pokok, pikiran utama sebuah cerpen; pesan atau amanat. Dasar tolak untuk membentuk rangkaian cerita; dasar tolak untuk bercerita.
Tidak mungkin sebuah cerita tidak mempunyai ide pokok. Yaitu sesuatu yang hendak disampaikan pengarang kepada para pembacanya. Sesuatu itu biasanya adalah masalah kehidupan, komentar pengarang mengenai kehidupan atau pandangan hidup si pengarang dalam menempuh kehidupan luas ini. Pengarang tidak dituntut menjelaskan temanya secara gamblang dan final, tetapi ia bisa saja hanya menyampaikan sebuah masalah kehidupan dan akhirnya terserah pembaca untuk menyikapi dan menyelesaikannya.
Secara tradisional, tema itu bisa dijelaskan dengan kalimat sederhana, seperti: 1. Kejahatan pada akhirnya akan dikalahkan oleh kebaikan. 2. Persahabatan sejati adalah setia dalam suka dan duka. 3. Cinta adalah energi kehidupan, karena itu cinta dapat mengatasi segala kesulitan. Dan lain sebagainya.
Cerpen yang baik dan besar biasanya menyajikan berbagai persoalan yang kompleks. Namun, selalu punya pusat tema, yaitu pokok masalah yang mendominasi masalah lainnya dalam cerita itu. Misalnya cerpen “Salju Kapas Putih” karya Satyagraha Hoerip. Cerpen ini melukiskan pengalaman “aku” di negeri asing dengan baik sekali, tetapi secara tajam cerpen ini menyorot masalah moral. Tokoh “aku” dapat bertahan dari godaan berbuat serong karena pertimbangan moral.
2. Alur atau Plot
Yaitu rangkaian peristiwa yang menggerakkan cerita untuk mencapai efek tertentu. Banyak anggapan keliru mengenai plot. Sementara orang menganggap plot adalah jalan cerita. Dalam pengertian umum, plot adalah suatu permufakatan atau rancangan rahasia guna mencapai tujuan tertentu. Rancangan tentang tujuan itu bukanlah plot, akan tetapi semua aktivitas untuk mencapai yang diinginkan itulah plot.
Atau, secara lebih gamblang plot adalah –menurut Aswendo Atmowiloto- sebab-akibat yang membuat cerita berjalan dengan irama atau gaya dalam menghadirkan ide dasar.
Semua peristiwa yang terjadi di dalam cerita pendek harus berdasarkan hukum sebab-akibat, sehingga plot jelas tidak mengacu pada jalan cerita, tetapi menghubungkan semua peristiwa. Sehingga Jakob Sumardjo dalam Seluk-beluk Cerita Pendek menjelaskan tentang plot dengan mengatakan, “Contoh populer menerangkan arti plot adalah begini: Raja mati. Itu disebut jalan cerita. Tetapi raja mati karena sakit hati, adalah plot.”
Dalam cerpen biasanya digunakan plot ketat artinya bila salah satu kejadian ditiadakan jalan cerita menjadi terganggu dan bisa jadi, tak bisa dipahami. Adapun jenis plot bisa disederhanakan menjadi tiga jenis, yaitu:
  1. Plot keras, jika akhir cerita meledak keras di luar dugaan pembaca. Contohnya: cerpen-cerpen Anton Chekov, pengarang Rusia legendaris, cerpen-cerpen Trisnoyuwono yang terkumpul dalam Laki-laki dan Mesiu, cerpen-cerpen Subagio Sastrowardoyo dalam kumpulannya Kejantanan di Sumbing.
  2. Plot lembut, jika akhir cerita berupa bisikan, tidak mengejutkan pembaca, namun tetap disampaikan dengan mengesan sehingga seperti terus tergiang di telinga pembaca. Contoh, cerpen Seribu Kunang-kunang di Manhattan karya Umar Kayam, cerpen-cerpen Danarto dalam Godlob, dan hampir semua cerpen Guy de Maupassant, pengarang Perancis menggunakan plot berbisik.
  3. Plot lembut-meledak, atau plot meledak-lembut adalah campuran plot keras dan lembut. Contoh: cerpen Krawang-Bekasi milik Gerson Poyk, cerpen Bulan Mati karya R. Siyaranamual, dan cerpen Putu Wijaya berjudul Topeng bisa dimasukkan di sini.
Adapun jika kita melihat sifatnya, maka ada cerpen dengan plot terbuka, plot tertutup dan cempuran keduanya. Jadi sifat plot ada kalanya:
  1. Terbuka. Jika akhir cerita merangsang pembaca untuk mengembangkan jalan cerita, di samping masalah dasar persoalan.
  2. Tertutup. Akhir cerita tidak merangsang pembaca untuk meneruskan jalan cerita. Contoh Godlobnya Danarto.
  3. Campuran keduanya.
3. Penokohan
Yaitu penciptaan citra tokoh dalam cerita. Tokoh harus tampak hidup dan nyata hingga pembaca merasakan kehadirannya. Dalam cerpen modern, berhasil tidaknya sebuah cerpen ditentukan oleh berhasil tidaknya menciptakan citra, watak dan karakter tokoh tersebut. Penokohan, yang didalamnya ada perwatakkan sangat penting bagi sebuah cerita, bisa dikatakan ia sebagai mata air kekuatan sebuah cerita pendek.
Pada dasarnya sifat tokoh ada dua macam; sifat lahir (rupa, bentuk) dan sifat batin (watak, karakter). Dan sifat tokoh ini bisa diungkapkan dengan berbagai cara, diantaranya melalui:
  1. Tindakan, ucapan dan pikirannya
  2. Tempat tokoh tersebut berada
  3. Benda-benda di sekitar tokoh
  4. Kesan tokoh lain terhadap dirinya
  5. Deskripsi langsung secara naratif oleh pengarang
4. Latar atau Setting
Yaitu segala keterangan mengenai waktu, ruang dan suasana dalam suatu cerita. Pada dasarnya, latar mutlak dibutuhkan untuk menggarap tema dan plot cerita, karena latar harus bersatu dengan teman dan plot untuk menghasilkan cerita pendek yang gempal, padat, dan berkualitas. Kalau latar bisa dipindahkan ke mana saja, berarti latar tidak integral dengan tema dan plot. Cerpen saya, Bayi-bayi Tertawa yang mengambil setting khas Palestina, dengan watak, budaya, emosi, kondisi geografi yang sangat khas Palestina tentu akan menjadi lucu jika settingnya dipindah di Ponorogo. Jelas bahwa setting akan sangat menentukan watak dan karakter tokoh.
5. Sudut Pandangan Tokoh
Diantara elemen yang tidak bisa ditinggalkan dalam membangun cerita pendek adlaah sudah pandangan tokoh yang dibangun sang pengarang. Sudut pandangan tokoh ini merupakan visi pengarang yang dijelmakan ke dalam pandangan tokoh-tokoh bercerita. Jadi sudut pangan ini sangat erat dengan teknik bercerita.
Sudut pandangan ini ada beberapa jenis, tetapi yang umum adalah:
  1. Sudut pandangan orang pertama. Lazim disebut point of view orang pertama. Pengarang menggunakan sudut pandang “aku” atau “saya”. Di sini yang harus diperhatikan adalah pengarang harus netral dengan “aku” dan “saya”nya.
  2. Sudut pandang orang ketiga, biasanya pengarang menggunakan tokoh “ia”, atau “dia”. Atau bisa juga dengan menyebut nama tokohnya; “Aisha”, “Fahri”, dan “Nurul” misalnya.
  3. Sudut pandang campuran, di mana pengarang membaurkan antara pendapat pengarang dan tokoh-tokohnya. Seluruh kejadian dan aktivitas tokoh diberi komentar dan tafsiran, sehingga pembaca mendapat gambaran mengenai tokoh dan kejadian yang diceritakan. Dalam “Sekelumit Nyanyian Sunda” Nasjah Djamin sangat baik menggunakan teknik ini.
  4. Sudut pandangan yang berkuasa. Merupakan teknik yang menggunakan kekuasaan si pengarang untuk menceritakan sesuatu sebagai pencipta. Sudut pandangan yang berkuasa ini membuat cerita sangat informatif. Sudut pandanga ini lebih cocok untuk cerita-cerita bertendens. Para pujangga Balai Pustaka banyak yang menggunakan teknik ini. Jika tidak hati-hati dan piawai sudut pandangan berkuasa akan menjadikan cerpen terasa menggurui.

Struktur isi Cerpen      :
1.      Judul
2.      Pengenalan Tokoh
3.      Komplikasi (Penyebab Konflik)
4.      Konflik
5.      Penyelesaian
6.      Amanat

Ciri ciri Cerpen            :
·                 Bentuk tulisannya singkat, padat, dan lebih pendek daripada novel.
·                  Terdiri  kurang dari 10.000 kata.
·  Sumber cerita dari kehidupan sehari-hari, baik pengalaman sendiri maupun orang lain.
·  Tidak melukiskan seluruh kehidupan pelakunya karena mengangkat masalah tunggal atau sarinya saja.
·  Habis dibaca sekali duduk dan hanya mengisahkan sesuatu yang berarti bagi pelakunya saja.
·  Tokoh-tokohnya dilukiskan mengalami konflik sampai pada penyelesaiannya.
·   Penggunaan kata-katanya sangat ekonomis dan mudah dikenal masyarakat. 
·  Sanggup  meninggalkan  kesan  mendalam  dan  mampu  meninggalkan  efek pada perasaan pembaca.
·  Menceritrakan  satu  kejadian,  dari  terjadinya  perkembangan  jiwa  dan  krisis,tetapi  tidak  sampai    menimbulkan  perubahan  nasib.
·  Beralur tunggal dan lurus.
·  Penokohannya  sangat  sederhana,  singkat,  dan  tidak  mendalam.


Pengertian dan Contoh Mantra

Pengertian Mantra


Menurut Sastrowardoyo (dalam Dian, 2009: 2) “Mantra merupakan bentuk sastra lisan yang berkembang sangat subur di Riau”. JS Badudu (dalam Dian, 2009: 9) “Mantra adalah kata-kata yang mengandung kalimat dan kekuatan gaib atau magis dan hanya diucapkan oleh orang-orang tertentu saja seperti dukun atau pawang”. Hasan (dalam Saprianto, 2011:7) menyatakan “Mantra adalah hasil kesusastraan lama  berupa puisi yang tidak tentu jumlah barisnya dan digunakan untuk berbagai macam keperluan seperti untuk menyembuhkan penyakit atau membut orang sakit, untuk menaklukkan binatang  buas dan lain-lain”.
Zakaria (dalam Saprianto, 2011: 8) menjelaskan sebagi berikut:
Mantra adalah ucapan-ucapan dukun atau pawang yang mengandung magis bahasa. Mantra berisi tantangan dan terhadap suatu kekuatan gaib, tetapi dapat juga berisi bujukan kepada kekuatan gaib agar tidak merusak manusia atau alam. Mantra merupakan kalimat-kalimat yang biasanya bersajak ada rima atau persamaan pertentangan bunyi.
            Pendapat yang serupa dikatakan secara ringkas oleh Laelasari dan Nurlaila (dalam Susi, 2012:10)  yaitu “Mantra adalah perkataan atau ucapan yang dapat mendatangkan daya gaib (misalnya dapat menyembuhkan, mendatangkan celaka, dan sebagainya)”. Menurut Ade (2012:3) “Mantra merupakan bacaan atau doa-doa yang dapat memberikan semacam tenaga atau kekuatan yang laur biasa dan diluar jangkauan manusia”. Para ahli dalam bidang sastra memberikan pendapat tentang pengertian mantra. Menurut pendapat Zakaria  ( dalam Susi, 2012 : 10 ) mengatakan :
Mantra adalah ucapan – ucapan dukun  atau pawang yang mengandung magis bahasa. Mantra berisi tantangan dan terhadap suatu kekuatan gaib, tetapi dapat  juga berisi bujukan  kepada kekuatan gaib agar tidak merusak manusia atau alam. Mantra merupakan kalimat – kalimat yang biasanya bersajak ada rima atau persamaan pertentangan bunyi.
            Menurut Rizal,(2010:1) mengatakan “Mantra merupakan puisi tua, keberadaannya dalam masyarakat melayu pada   mulanya bukan sebagai karya sastra, melainkan lebih banyak berkatan dengan adat dan kepercayaan”. Mantra merupakan sastra lisan adalah sastra yang perkembangannya secara lisan atau dari mulut kemulut, Menurut Badudu (dalam jalil dan Elimustian, 2001:6) mengangap bahwa “Mantra sebagai permulaan bentuk puisi tradisional. Sebagai salah satu puisi tradisional mantra dianggap memiliki karakteristik yang khas apabila dibandingkan dengan jenis puisi tradisional lainnya”.
            Depdiknas ( 2008 : 876 ) menjelaskan “ Mantra adalah perkataan atau ucapan yang memiliki kekuatan gaib, misalnya dapat menyembuhkan, mendatangkan celaka, dan sebagainya : upacara itu dimulai dengan pembacaan. Gazalba (dalam Elda, 2011:4) bahwa “Mantra adalah salah satu bentuk sastra lisan yang ada dan berkembang di indonesia. Mantra, menurut para pakar dan pengamat kebudayaan, dianggap sebagai sastra paling awal dikenal oleh manusia. Diindonesia, mantra sastra lisan sudah ada dikenal ( berkembang ) semenjak manusia purba. 
Adapun kumpulan mantra sebagai berikut.


1. Mantra orang menyadap nira (bahan untuk gula aren/gula jawa)
Assalamu'alaikum putri satulung besar
Yang beralun berilir simayang
Mari kecil, kemari
Aku menyanggul rambutmu
Aku membawa sadap gading
Akan membasuh mukamu
sumber

2. Mantra pengobat sakit perut
Gelang-gelang si gali-gali
malukut kepala padi
Air susu keruh asalmu jadi
aku sapa tidak berbunyi

3. Mantra berburu rusa
Sirih lontar pinang lontar
terletak diujung muara
Hantu buta jembalang buta
aku angkat jembalang rusa

4. Mantra untuk mengobati orang dari pengaruh makhluk halus.
Sihir lontar pinang lontar
terletak diujung bumi
Setan buta jembalang buta
aku sapa tidak berbunyi

5. Mantra agar anjing tidak menggonggong
kepada rimba sekampung,
Pulanglah engkau kepada rimba yang besar,
Pulanglah engkau kepada gunung guntung,
Pulanglah engkau kepada sungai yang tiada berhulu,
Pulanglah engkau kepada kolam yang tiada berorang,
Pulanglah engkau kepada mata air yang tiada kering,
Jikalau kau tiada mau kembali, matilah engkau.

6. Mantra Pengusir Babi
Batu berita batu berani
Ketiga batu belubang
Butak mata tanggal gigi
Babi itu tiada akan melawan
Nabi babi itu nabi Yusuf
Asal jadi dari bumi
Jihin yang menguatkannya jihin buhok
Yang berkuda padanya Saih Idris

7. Mantra Kuat Tenaga
Bismillahirrahmanirrohim
Hai besi bangunlah engkau si rajabesi
Yang bernama si ganda bisa
Engkau duduk di kepala jantungku
Bersandar di tiang arasy
Kuminta tinggalkan insanku
Kuminta rendah insan sekalian
Berkat aku memakai wujud kodrat sayyidina ali
Bujur lalu melintang patah
Lalu juga kehendak Allah
Berkat lailaha illallah
Muhammadarrasulullah

8. Mantra Pengeras Badan
Ya man, ya ras, ya Malik
Ya kuserahkan kepada kamu

9. Mantra penutup luka
Mantra ini dibaca untuk menutupluka, ataupun untuk mencegah berlanjutnya pendarahan pada luka.
Bismillahirrahmanirrahim
Poli terpoli
Besi meluka
Besi menangkal
Coba besi merusakkan
Engkau durhaka kepada Allah
Coba engkau membinasakan daging
Engkau durhaka kepada Allah
Tertutup terkunci
Tertanggal terpakai
Berkat doa la haula wala quwwata
Illa billahil aliyyil azhim

10. Mantra untuk merawat tulang yang patah.
Bismillahi Rahmanir Rahim
Jong sengkang kemudi sengkang
Tarik layar kembang sena
Urat yang kendur sudah kutegang
Urat yang putus sudah kusambung
Teguh Allah, tegang Muhammad
Sendi anggota baginda Ali
Tulang gajah, tulang mina
Ketiga dengan tulang angsa
Patah tulang berganti sendi
Badan jangan rusak binasa
Berkat sidi kepada guru
Sidi menjadi kepada aku
La ilaha illallah, Muhammadar Rasulullah


Pengertian Puisi dan Contoh Puisi

Puisi adalah bagian dari  karya sastra. Ia terbangun dari unsur makna yang tertuang dalam kata-kata. Selain itu, puisi merupakan jelmaan rasa penciptanya, ungkapan hati baik itu sedih, gembira, marah, benci, simpatik, dan lain sebagainya. Jika kita melihat lebih jauh, dalam masa perkembangannya kini, puisi memiliki banyak ragamnya, contoh puisi baru, puisi kontemporer, puisi tipografi, hingga puisi-puisi rupa.
Pengertian puisi sendiri menurut Rahmat Joko Pradopo ialah ekspresi pemikiran yang membangkitkan perasaan, ia mampu membangkitkan imajinasi panca indera dalam suasana yang berirama. Dalam pengertian puisi yang diungkapkan Pradopo di atas berarti puisi menjadi jembatan antara rasa yang dimiliki penulis dengan dunia luar melalui kata-kata. Beberapa kumpulan Puisi Pradopo saat menarik untuk dibaca.
Lebih sederhana lagi, pengertian puisi menurut Shelly ialah rekaman detik-detik yang paling indah dalam hidup kita. Sedangkan pengertian puisi menurut Auden ialah bahwa puisi itu lebih merupakan pernyataan perasaan yang bercampur-campur.
Berdasarkan pengertian puisi beberapa tokoh di atas dan ditambah dengan yang Samuel Taylor Coleridge kemukakan bahwa puisi itu adalah kata kata terindah dalam susunan yang indah, maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa puisi adalah segala bentuk penuangan ide/gagasan yang didasari perasaan penulis puisi melalui kata-kata indah dengan susunan yang indah, yang tertuang secara bebas dan gamblang, berdasarkan pengalaman, penghayatan, cara pandang dan segala bentuk diluar unsur instrinsik puisi itu sendiri.
Di luar konsep pemikiran terikat tentang pengertian-pengertian tersebut, Puisi sebenarnya bisa diartikan sebebasnya, ternyata puisi kini sering kali digunakan sebagai kado hadiah. Puisi dengan kata-kata indah sering kali digunakan kaum remaja untuk merayu lawan jenisnya sehingga orang yang diberi puisi merasa tersanjung dan lebih diperhatikan.
Dalam puisi pun sering kali terdapat kata-kata mutiara, kata-kata bijak, bahkan kata-kata cinta yang sebenarnya terbentuk secara hampir tidak disengaja. Hampir tidak disengaja dikarenakan setiap penuangan ide seorang penulis, ia masuk dalam wilayah ego individualistis, di mana penulis atau penyair akan menulis, menulis, dan menulis tanpa melihat apa yang ia tulis, ia akan menuangkan segala bentuk perasaan dan pandangannya serta merta yang tentunya berdasarkan proses pengedapan yang dalam, lama, dan membumi, penuangan secara langsung tanpa berpikir apakah tulisannya akan menjadi bagus dan disukai oleh banyak orang atau tidak.
Terlepas puisi itu memiliki kata-kata mutiara, kata-kata bijak, atau pun kata-kata cinta, pada akhirnya kita akan kembalikan lagi puisi pada asalnya, yaitu puisi sebagai ungkapan jiwa atau perasaan. Karena penulisan puisi yang disengaja mencari-cari kata-kata mutiara, kata-kata bijak, dan kata-kata cinta dalam penulisannya justru sering kali luput dan lepas dari konsep kejujuran sebuah puisi. Ia akan menjadi sebuah puisi namun kehilangan keindahan dari puisi itu dan muncullah kesan memaksakan kata-kata yang menjadi kata-kata mutiara atau kata-kata bijak atau kata-kata cinta itu menjadi hambur dan sia-sia karena tidak memiliki makna yang mumpuni.
Puisi pada dasarnya adalah perwakilan dari perasaan penulis yang jujur dan tertuang dalam kata-kata yang penuh keindahan. Dan lagi-lagi ternyata keidahan itu tidak dapat dipaksakan, melainkan lahir dari hati.


Berikut contoh puisi :

JASA IBU
karya Sara Laras W

Ibu...
Kau mengandungku selama 9 bulan 10 hari.. Kau membawaku kemanapun engkau pergi..

Ibu....
Kau relakan tubuhmu kesakitan kala melahirkanku

Ibu...
Kau merawatku dari kecil hingga tumbuh dewasa

Ibu...
Maaf dari mu salalu ku terima saat aku membuat salah

Ibu...
Kaulah segalanya bagiku

Ibu...
Terima kasih atas apa yang telah engkau berikan padaku..

Ragam dan Laras Bahasa

Ragam & Laras Bahasa
Ragam Bahasa: variasi bahasa yang terjadi karena pemakaian bahasa. Ragam bahasa dibedakan berdasarkan media pengantarnya dan berdasarkan situasi pemakaiannya.


- Berdasarkan medianya: ragam lisan & tulis.
- Berdasarkan situasi pemakaiannya :ragam formal, semi formal dan nonformal


Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara. Menurut Dendy Sugono (1999 : 9), bahwa sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan tak baku. Dalam situasi remi, seperti di sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan resmi digunakan bahasa baku.






~ Definisi Laras Bahasa ~
Laras bahasa bermaksud gaya dan penggunaan sesuatu bahasa digunakan/gaya atau cara penggunaan sesuatu bahasa.
Laras ialah bentuk bahasa yang wujud akibat situasi sosial berlainan merujuk kepada cara penggunaan sesuatu bahasa dan variasi bahasa mengikut bidang dan situasi seseorang penutur sewaktu berbahasa, sama ada secara lisan atau tulisan.
kesesuaian antara bahasa yang dipakai dengan fungsi pemakaian bahasa. Laras bahasa tidak sama dengan ragam bahasa.
Penggunaan laras bahasa yang berlainan ditentukan oleh dua faktor utama, iaitu:




~ Ciri - ciri Laras Bahasa ~
Penggunaan laras bahasa yang berlainan ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu :
- Ciri - Ciri keperihalan sesuatu peristiwa bahasa
- Ciri - ciri linguistik




~ Format Laras ~
- Laras yang mempunyai format tersendiri adalah seperti berikut :
- Laras undang undang
- Laras ucapan
- Laras iklan
- Laras laporan berita


Pada saat digunakan sebagai alat komunikasi, bahasa masuk dalam berbagai laras sesuai dengan fungsi pemakaiannya. Jadi, laras bahasa adalah kesesuaian antara bahasa dan pemakaiannya. Dalam hal ini kita mengenal iklan, laras ilmiah, laras ilmiah populer, laras feature, laras komik, laras sastra, yang masih dapat dibagi atas laras cerpen, laras puisi, laras novel, dan sebagainya. Setiap laras memiliki cirinya sendiri dan memiliki gaya tersendiri. Laras bahasa yang akan kita bahas dalam kesempatan ini adalah laras ilmiah.




~ Laras llmiah ~
Dalam uraian di atas dikatakan bahwa setiap laras dapat disampaikan dalam ragam standar, semi standar, atau nonstandar. Akan tetapi, tidak demikian halnya dengan laras ilmiah. Laras ilmiah harus selalu menggunakan ragam standar.


Sebuah karya tulis ilmiah merupakan hasil rangkaian gagasan yang merupakan hasil pemikiran, fakta, peristiwa, gejala, dan pendapat. Jadi, seorang penulis karya ilmiah menyusun kembali pelbagai bahan informasi menjadi sebuah karangan yang utuh. Oleh sebab itu, penyusun atau pembuat karya ilmiah tidak disebut pengarang melainkan disebut penulis (Soeseno, 1981: 1).


Dalam uraian di atas dibedakan antara pengertian realitas dan fakta. Seorang pengarang akan merangkaikan realita kehidupan dalam sebuah cerita, sedangkan seorang penulis akan merangkaikan berbagai fakta dalam sebuah tulisan. Realistis berarti bahwa peristiwa yang diceritakan merupakan hal yang benar dan dapat dengan mudah dibuktikan kebenarannya, tetapi tidak secara langsung dialami oleh penulis. Data realistis dapat berasal dan dokumen, surat keterangan, press release, surat kabar atau sumber bacaan lain, bahkan suatu peristiwa faktual. Faktual berarti bahwa rangkaian peristiwa atau percobaan yang diceritakan benar-benar dilihat, dirasakan, dan dialami oleh penulis (Marahimin, 1994: 378).


Karya ilmiah memiliki tujuan dan khalayak sasaran yang jelas. Meskipun demikian, dalam karya ilmiah, aspek komunikasi tetap memegang peranan utama. Oleh karenanya, berbagai kemungkinan untuk penyampaian yang komunikatif tetap harus dipikirkan. Penulisan karya ilmiah bukan hanya untuk mengekspresikan pikiran tetapi untuk menyampaikan hasil penelitian. Kita harus dapat meyakinkan pembaca akan kebenaran hasil yang kita temukan di lapangan. Dapat pula, kita menumbangkan sebuah teori berdasarkan hasil penelitian kita. Jadi, sebuah karya ilmiah tetap harus dapat secara jelas menyampaikan pesan kepada pembacanya.


Persyaratan bagi sebuah tulisan untuk dianggap sebagai karya ilmiah adalah sebagai berikut (Brotowidjojo, 1988: 15-16).
1. Karya ilmiah menyajikan fakta objektif secara sistematis atau menyajikan aplikasi hukum alam pada situasi spesifik.
2. Karya ilmiah ditulis secara cermat, tepat, benar, jujur, dan tidak bersifat terkaan. Dalam pengertian jujur terkandung sikap etik penulisan ilmiah, yakni penyebutan rujukan dan kutipan yang jelas.
3. Karya ilmiah disusun secara sistematis, setiap langkah direncanakan secara terkendali, konseptual, dan prosedural.
4. Karya ilmiah menyajikan rangkaian sebab-akibat dengan pemahaman dan alasan yang indusif yang mendorong pembaca untuk menarik kesimpulan.
5. Karya ilmiah mengandung pandangan yang disertai dukungan dan pembuktian berdasarkan suatu hipotesis.
6. Karya ilmiah ditulis secara tulus. Hal itu berarti bahwa karya ilmiah hanya mengandung kebenaran faktual sehingga tidak akan memancing pertanyaan yang bernada keraguan. Penulis karya ilmiah tidak boleh memanipulasi fakta, tidak bersifat ambisius dan berprasangka. Penyajiannya tidak boleh bersifat emotif.
7. Karya ilmiah pada dasarnya bersifat ekspositoris. Jika pada akhirnya timbul kesan argumentatif dan persuasif, hal itu ditimbulkan oleh penyusunan kerangka karangan yang cermat. Dengan demikian, fakta dan hukum alam yang diterapkan pada situasi spesifik itu dibiarkan berbicara sendiri. Pembaca dibiarkan mengambil kesimpulan sendiri berupa pembenaran dan keyakinan akan kebenaran karya ilmiah tersebut.


Berdasarkan uraian di atas, dari segi bahasa, dapat dikatakan bahwa karya ilmiah memiliki tiga ciri, yaitu :
1. harus tepat dan tunggal makna, tidak remang nalar atau mendua makna
2. harus secara tepat mendefinisikan setiap istilah, sifat, dan pengertian yang digunakan, agar tidak menimbulkan kerancuan atau keraguan
3. harus singkat, berlandaskan ekonomi bahasa.
Disamping persyaratan tersebut di atas, untuk dapat dipublikasikan sebagai karya ilmiah ada ketentuan struktur atau format karangan yang kurang lebih bersifat baku. Ketentuan itu merupakan kesepakatan sebagaimana tertuang dalam International Standardization Organization (ISO). Publikasi yang tidak mengindahkan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam ISO memberikan kesan bahwa publikasi itu kurang valid sebagai terbitan ilmiah (Soehardjan, 1997 : 10). Struktur karya ilmiah (Soehardjan, 1997 : 38) terdiri atas judul, nama penulis, abstrak, pendahuluan, bahan dan metode, hasil dan pembahasan, kesimpulan, ucapan terima kasih dan daftar pustaka. ISO 5966 (1982) menetapkan agar karya ilmiah terdiri atas judul, nama penulis, abstrak, kata kunci, pendahuluan, inti tulisan (teori metode, hasil, dan pembahasan), simpulan, dan usulan, ucapan terima kasih, dan daftar pustaka (Soehardjan, 1997 : 38).

Rabu, 11 November 2015

Ciri-ciri Sastra Lama

Ciri-ciri Sastra Lama

Sastra lama memiliki ciri-ciri tersendiri yang membedakannya dengan sastra baru. Ciri-ciri tersebut antara lain:
Tidak memiliki nama pengarang (anonim)

Semua sastra lama yang terdapat di Indonesia tidak ada nama pengarangnya. Siapa yang tahu pengarang ataupun pencipta legenda maling kundang? Siapa yang tahu pengarang legenda tangkuban perahu? Siapa yang tahu pengarang cerita si kadang kuya dan si kadang monyet? Bisa dipastikan tidak ada orang yang tahu siapa pengarangnya. Itulah salah satu ciri dari sastra lama.
Milik masyarakat

Karena sastra lama tidak ada pengarangnya, maka dongeng, legenda, fabel, serta semua jenis sastra lama menjadi milik masyarakat. Makanya kita sering mendengan istilah “legenda masyarakat sunda”, ataupun “legenda masyarakat padang”. Ini menunjukkan kalau karya-karya sastra lama tersebut milik masyarakat.
Istana sentris

Mayoritas sastra lama banyak berkisah tentang cerita-cerita di sekitar lingkungan kerajaan. Ini tidak mengherankan, karena pada masa lalu, banyak kerajaan yang berjaya di Indonesia.
Adat kepercayaan dan mistis

Sastra lama muncul berdasarkan adat kepercayann masyarakat pada masa lalu. Adat kepercayaan setiap suku dan daerah berbeda, oleh karena itu banyak timbul dongeng-dongeng maupun legenda (keduanya termasuk jenis sastra lama) yang berbeda di setiap daerah.
Disebarkan Secara lisan

seperti yang telah dijelaskan mengenai pengertian sastra lama, yaitu sastra yang berbentuk cerita lewat lisan. Maka penyebarannya pun lewat lisan melalui cerita-cerita yang disampaikan masyarakat secara turun temurun.
Itulah pengertian serta ciri-ciri sastra lama secara singkat. Banyak kehawatiran akan lenyapnya sastra lama seiring dengan hilangnya budaya bercerita di masyarakat kita, terutama di kalangan anak muda. Hal ini disebabkan banyak hal, mulai dari budaya menonton televisi yang sudah akut, hingga budaya bergadget yang sudah merasuk hingga kalangan anak kecil. Kalau terus seperti ini, bukan tidak mungkin generasi mendatang tidak akan mengetahui kisah-kisah serta legenda yang kita tahu sekarang.