Ragam
& Laras Bahasa
Ragam
Bahasa: variasi bahasa yang terjadi karena pemakaian bahasa. Ragam
bahasa dibedakan berdasarkan media pengantarnya dan berdasarkan
situasi pemakaiannya.
-
Berdasarkan medianya: ragam lisan & tulis.
-
Berdasarkan situasi pemakaiannya :ragam formal, semi formal dan
nonformal
Ragam
Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda
menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan
bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara.
Menurut Dendy Sugono (1999 : 9), bahwa sehubungan dengan pemakaian
bahasa Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan
bahasa baku dan tak baku. Dalam situasi remi, seperti di sekolah, di
kantor, atau di dalam pertemuan resmi digunakan bahasa baku.
~
Definisi Laras Bahasa ~
Laras
bahasa bermaksud gaya dan penggunaan sesuatu bahasa digunakan/gaya
atau cara penggunaan sesuatu bahasa.
Laras
ialah bentuk bahasa yang wujud akibat situasi sosial berlainan
merujuk kepada cara penggunaan sesuatu bahasa dan variasi bahasa
mengikut bidang dan situasi seseorang penutur sewaktu berbahasa, sama
ada secara lisan atau tulisan.
kesesuaian
antara bahasa yang dipakai dengan fungsi pemakaian bahasa. Laras
bahasa tidak sama dengan ragam bahasa.
Penggunaan
laras bahasa yang berlainan ditentukan oleh dua faktor utama, iaitu:
~
Ciri - ciri Laras Bahasa ~
Penggunaan
laras bahasa yang berlainan ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu :
-
Ciri - Ciri keperihalan sesuatu peristiwa bahasa
-
Ciri - ciri linguistik
~
Format Laras ~
-
Laras yang mempunyai format tersendiri adalah seperti berikut :
-
Laras undang undang
-
Laras ucapan
-
Laras iklan
-
Laras laporan berita
Pada
saat digunakan sebagai alat komunikasi, bahasa masuk dalam berbagai
laras sesuai dengan fungsi pemakaiannya. Jadi, laras bahasa adalah
kesesuaian antara bahasa dan pemakaiannya. Dalam hal ini kita
mengenal iklan, laras ilmiah, laras ilmiah populer, laras feature,
laras komik, laras sastra, yang masih dapat dibagi atas laras cerpen,
laras puisi, laras novel, dan sebagainya. Setiap laras memiliki
cirinya sendiri dan memiliki gaya tersendiri. Laras bahasa yang akan
kita bahas dalam kesempatan ini adalah laras ilmiah.
~
Laras llmiah ~
Dalam
uraian di atas dikatakan bahwa setiap laras dapat disampaikan dalam
ragam standar, semi standar, atau nonstandar. Akan tetapi, tidak
demikian halnya dengan laras ilmiah. Laras ilmiah harus selalu
menggunakan ragam standar.
Sebuah
karya tulis ilmiah merupakan hasil rangkaian gagasan yang merupakan
hasil pemikiran, fakta, peristiwa, gejala, dan pendapat. Jadi,
seorang penulis karya ilmiah menyusun kembali pelbagai bahan
informasi menjadi sebuah karangan yang utuh. Oleh sebab itu, penyusun
atau pembuat karya ilmiah tidak disebut pengarang melainkan disebut
penulis (Soeseno, 1981: 1).
Dalam
uraian di atas dibedakan antara pengertian realitas dan fakta.
Seorang pengarang akan merangkaikan realita kehidupan dalam sebuah
cerita, sedangkan seorang penulis akan merangkaikan berbagai fakta
dalam sebuah tulisan. Realistis berarti bahwa peristiwa yang
diceritakan merupakan hal yang benar dan dapat dengan mudah
dibuktikan kebenarannya, tetapi tidak secara langsung dialami oleh
penulis. Data realistis dapat berasal dan dokumen, surat keterangan,
press release, surat kabar atau sumber bacaan lain, bahkan suatu
peristiwa faktual. Faktual berarti bahwa rangkaian peristiwa atau
percobaan yang diceritakan benar-benar dilihat, dirasakan, dan
dialami oleh penulis (Marahimin, 1994: 378).
Karya
ilmiah memiliki tujuan dan khalayak sasaran yang jelas. Meskipun
demikian, dalam karya ilmiah, aspek komunikasi tetap memegang peranan
utama. Oleh karenanya, berbagai kemungkinan untuk penyampaian yang
komunikatif tetap harus dipikirkan. Penulisan karya ilmiah bukan
hanya untuk mengekspresikan pikiran tetapi untuk menyampaikan hasil
penelitian. Kita harus dapat meyakinkan pembaca akan kebenaran hasil
yang kita temukan di lapangan. Dapat pula, kita menumbangkan sebuah
teori berdasarkan hasil penelitian kita. Jadi, sebuah karya ilmiah
tetap harus dapat secara jelas menyampaikan pesan kepada pembacanya.
Persyaratan
bagi sebuah tulisan untuk dianggap sebagai karya ilmiah adalah
sebagai berikut (Brotowidjojo, 1988: 15-16).
1.
Karya ilmiah menyajikan fakta objektif secara sistematis atau
menyajikan aplikasi hukum alam pada situasi spesifik.
2.
Karya ilmiah ditulis secara cermat, tepat, benar, jujur, dan tidak
bersifat terkaan. Dalam pengertian jujur terkandung sikap etik
penulisan ilmiah, yakni penyebutan rujukan dan kutipan yang jelas.
3.
Karya ilmiah disusun secara sistematis, setiap langkah direncanakan
secara terkendali, konseptual, dan prosedural.
4.
Karya ilmiah menyajikan rangkaian sebab-akibat dengan pemahaman dan
alasan yang indusif yang mendorong pembaca untuk menarik kesimpulan.
5.
Karya ilmiah mengandung pandangan yang disertai dukungan dan
pembuktian berdasarkan suatu hipotesis.
6.
Karya ilmiah ditulis secara tulus. Hal itu berarti bahwa karya ilmiah
hanya mengandung kebenaran faktual sehingga tidak akan memancing
pertanyaan yang bernada keraguan. Penulis karya ilmiah tidak boleh
memanipulasi fakta, tidak bersifat ambisius dan berprasangka.
Penyajiannya tidak boleh bersifat emotif.
7.
Karya ilmiah pada dasarnya bersifat ekspositoris. Jika pada akhirnya
timbul kesan argumentatif dan persuasif, hal itu ditimbulkan oleh
penyusunan kerangka karangan yang cermat. Dengan demikian, fakta dan
hukum alam yang diterapkan pada situasi spesifik itu dibiarkan
berbicara sendiri. Pembaca dibiarkan mengambil kesimpulan sendiri
berupa pembenaran dan keyakinan akan kebenaran karya ilmiah tersebut.
Berdasarkan
uraian di atas, dari segi bahasa, dapat dikatakan bahwa karya ilmiah
memiliki tiga ciri, yaitu :
1.
harus tepat dan tunggal makna, tidak remang nalar atau mendua makna
2.
harus secara tepat mendefinisikan setiap istilah, sifat, dan
pengertian yang digunakan, agar tidak menimbulkan kerancuan atau
keraguan
3.
harus singkat, berlandaskan ekonomi bahasa.
Disamping
persyaratan tersebut di atas, untuk dapat dipublikasikan sebagai
karya ilmiah ada ketentuan struktur atau format karangan yang kurang
lebih bersifat baku. Ketentuan itu merupakan kesepakatan sebagaimana
tertuang dalam International Standardization Organization (ISO).
Publikasi yang tidak mengindahkan ketentuan-ketentuan yang tercantum
dalam ISO memberikan kesan bahwa publikasi itu kurang valid sebagai
terbitan ilmiah (Soehardjan, 1997 : 10). Struktur karya ilmiah
(Soehardjan, 1997 : 38) terdiri atas judul, nama penulis, abstrak,
pendahuluan, bahan dan metode, hasil dan pembahasan, kesimpulan,
ucapan terima kasih dan daftar pustaka. ISO 5966 (1982) menetapkan
agar karya ilmiah terdiri atas judul, nama penulis, abstrak, kata
kunci, pendahuluan, inti tulisan (teori metode, hasil, dan
pembahasan), simpulan, dan usulan, ucapan terima kasih, dan daftar
pustaka (Soehardjan, 1997 : 38).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tambahkan komentar anda